Dalam hitungan hari kedepan syaina genap berusia tiga tahun.Pada usia tersebut,anak-anak harus dengan jelas menyebut apa gendernya.Alhamdulillah sebelum genap usia tiga tahun syaina sudah mampu membedakan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Syaina sih perempuan apa laki-laki? "tanya uminya,iseng"
"Aku perempuan" (yeyeye asyik anakku sudah bisa mengenali gendernya)
Lanjut iseng uminya:
Kalau umi? Perempuan (jawab syaina)
Kalau abi? Laki-laki (jawab syaina)
Kalau uti?
Kalau aung?
Dst mengenali gender teman-teman mainnya dan orang-orang disekitarnya.
Obrolan kami tidak berhenti sampai disini,saya masih mengajukan beberapa pertanyaan terkait gender kepada syaina (sambil rileks) seperti cara berpakaian dan toilet.
|
Moment ketika syaina berdandan dan bergaya pakaian layaknya perempuan |
|
Moment ketika syaina berfoto dengan gaya pakaian khas anak perempuan |
Syaina sudah mampu menirukan gaya berpakaian khas perempuan.Mencoba berdandan (pakai lipstik dan pensil alis) hasil observasi uminya saat bersolek. Uminya harus merelakan alat tempur miliknya untuk dijadikan bahan observasi bagi ananda.It's Ok!
Dalam pendidikan berbasis fitrah,untuk menumbuhkan fitrah seksualitas adalah lewat kedekatan dan kelekatan ayah bunda yang berbeda disetiap tahap usia 0-14 tahun (Buku FBE karya harry santosa).
*Note:bukan promosi,hanya saja teringat materi pertama kelas matrikulasi IIP "Adab sebelum ilmu".Penting untuk mencantumkan sumber tulisan dan bacaan sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada sang pemilik karya.Kembali ke laptop tentang fotrah seksualitas.
Beberapa pertanyaan yang muncul saat uminya berproses belajar menjadi orang tua:
- Apa itu fitrah seksualitas?
- Bagaimana cara menumbuhkan fitrah seksualitas anak disetiap tahap usianya (0-14 tahun) agar tumbuh paripurna?
Nah ketemu jawabannya:
Sosok ayah dan ibu harus ada sepanjang masa mendidik anak anak sejak lahir sampai aqilbaligh, tentu agar fitrah seksualitas anak tumbuh indah paripurna. Pendidikan fitrah seksualitas berbeda dengan pendidikan seks. Pendidikan fitrah seksualitas dimulai sejak bayi lahir.
Fitrah seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang berfikir, merasa dan bersikap sesuai fitrahnya sebagai lelaki sejati atau sebagai perempuan sejati. Menumbuhkan Fitrah ini banyak tergantung pada kehadiran dan kedekatan pada Ayah dan Ibu.
Riset banyak membuktikan bahwa anak anak yang tercerabut dari orangtuanya pada usia dini baik karena perang, bencana alam, perceraian, boarding school dll akan banyak mengalami gangguan kejiwaan, sejak perasaan terasing, perasaan kehilangan attachment, depresi, dan kelak ketika dewasa memiliki masalah sosial dan seksualitas seperti homoseksual, membenci perempuan dsbnya.
Jadi dalam mendidik fitrah seksualitas walau sosok ayah ibu senantiasa harus hadir, namun dalam proses pendidikan berbasis fitrah, perihal fitrah seksualitas ini memerlukan kedekatan yang berbeda beda untuk tiap tahap.
Usia 0-2 tahun, anak lelaki dan perempuan didekatkan pada ibunya karena ada menyusui, di usia 3 - 6 tahun anak lelaki dan anak perempuan harus dekat dengan ayah ibunya agar memiliki keseimbangan emosional dan rasional apalagi anak sudah harus memastikan identitas seksualitasnya sejak usia 3 tahun.
Kedekatan paralel ini membuat anak secara imaji mampu membedakan sosok lelaki dan perempuan, sehingga mereka secara alamiah paham menempatkan dirinya sesuai seksualitasnya, baik cara bicara, cara berpakaian maupun cara merasa, berfikir dan bertindak sebagai lelaki atau sebagai perempuan dengan jelas. Ego sentris mereka harus bertemu dengan identitas fitrah seksualitasnya, sehingga dengan tegas berkata, "saya perempuan" atau "saya lelaki"
Bila masih tidak jelas identitas di usia ini karena ketiadaan peran ayah ibu dalam mendidik maka potensi awal homo seksual dan penyimpangan seksualitas lainnya sudah dimulai. Hati hati memasukkan anak kita ke PAUD yang gurunya tidak sepasang.
Ketika usia 7 - 10 tahun, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, karena di usia ini ego sentrisnya mereda bergeser ke sosio sentris, mereka sudah punya tanggungjawab moral, kemudian di saat yang sama ada perintah Sholat.
Maka bagi para ayah, tuntun anak untuk memahami peran sosialnya, diantaranya adalah sholat berjamaah, bermain dengan ayah sebagai aspek pembelajaran untuk bersikap dan bersosial kelak, serta menghayati peran kelelakian dan peran keayahan di pentas sosial lainnya.
Wahai para Ayah, jadikanlah lisan anda sakti dalam narasi kepemimpinan dan cinta, jadikanlah tangan anda sakti dalam urusan kelelakian dan keayahan. Ayah harus jadi lelaki pertama yang dikenang anak anak lelakinya dalam peran seksualitas kelelakiannya. Ayah pula yang menjelaskan pada anak lelakinya tatacara mandi wajib dan konsekuensi memiliki sperma bagi seorang lelaki.
Begitupula anak perempuan didekatkan ke ibunya agar peran keperempuanan dan peran keibuannya bangkit. Maka wahai para ibu jadikanlah tangan anda sakti dalam merawat dan melayani, lalu jadikanlah kaki anda sakti dalam urusan keperempuanan dan keibuan.
Ibu harus jadi wanita pertama hebat yang dikenang anak anak perempuannya dalam peran seksualitas keperempuanannya. Ibu pula orang pertama yang harus menjelaskan makna konsekuensi adanya rahim dan telur yang siap dibuahi bagi anak perempuan.
Jika sosok ayah ibu tidak hadir pada tahap ini, maka inilah pertanda potensi homoseksual dan kerentanan penyimpangan seksual semakin menguat.
Lalu bagaimana dengan tahap selanjutnya, usia 10 - 14? Nah inilah tahap kritikal, usia dimana puncak fitrah seksualitas dimulai serius menuju peran untuk kedewasaan dan pernikahan.
Di tahap ini secara biologis, peran reproduksi dimunculkan oleh Allah SWT secara alamiah, anak lelaki mengalami mimpi basah dan anak perempuan mengalami menstruasi pada tahap ini. Secara syahwati, mereka sudah tertarik dengan lawan jenis.
Maka agama yang lurus menganjurkan pemisahan kamar lelaki dan perempuan, serta memberikan warning keras apabila masih tidak mengenal Tuhan secara mendalam pada usia 10 tahun seperti meninggalkan sholat. Ini semua karena inilah masa terberat dalam kehidupan anak, yaitu masa transisi anak menuju kedewasaan termasuk menuju peran lelaki dewasa dan keayahan bagi anak lelaki, dan peran perempuan dewasa dan keibuan bagi anak perempuan.
Maka dalam pendidikan fitrah seksualitas, di tahap usia 10-14 tahun, anak lelaki didekatkan ke ibu, dan anak perempuan didekatkan ke ayah. Apa maknanya?
Anak lelaki didekatkan ke ibu agar seorang lelaki yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka di saat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok wanita terdekatnya, yaitu ibunya, bagaimana lawan jenisnya harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata perempuan bukan kacamata lelaki. Bagi anak lelaki, ibunya harus menjadi sosok wanita ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak lelaki yang tidak dekat dengan ibunya di tahap ini, tidak akan pernah memahami bagaimana memahami perasaan, fikiran dan pensikapan perempuan dan kelak juga istrinya. Tanpa ini, anak lelaki akan menjadi lelaki dewasa atau suami yang kasar, egois dsbnya.
Pada tahap ini, anak perempuan didekatkan ke ayah agar seorang perempuan yang di masa balighnya sudah mengenal ketertarikan pada lawan jenis, maka disaat yang sama harus memahami secara empati langsung dari sosok lelaki terdekatnya, yaitu ayahnya, bagaimana lelaki harus diperhatikan, dipahami dan diperlakukan dari kacamata lelaki bukan kacamata perempuan. Bagi anak perempuan, ayahnya harus menjadi sosok lelaki ideal pertama baginya sekaligus tempat curhat baginya.
Anak perempuan yang tidak dekat ayahnya di tahap ini, kelak berpeluang besar menyerahkan tubuh dan kehormatannya pada lelaki yang dianggap dapat menggantikan sosok ayahnya yang hilang dimasa sebelumnya.
Semoga kita dapat merenungi mendalam dan menerapkannya dalam pendidikan fitrah seksualitas anak anak kita, agar anak anak lelaki kita tumbuh menjadi lelaki dan ayah sejati, dan agar anak anak perempuan kita tumbuh menjadi perempuan dan ibu sejati.
Agar para propaganda homo seksualitas tidak lebih pandai menyimpangkan fitrah seksualitas anak anak kita daripada kepandaian kita menumbuhkan fitrah seksualitas anak anak kita. Agar ahli kebathilan gigit jari berputus asa, karena kita lebih ahli dan berdaya mendidik fitrah anak anak kita.
(sumber:Buku FBE karya harry santosa)
#Portofoliosyaina
#Pendidikanberbasisfitrah
#fitrahseksualitas
#ODOPfor99days